Sejarah Matematika: Zaman Klasik hingga Modern
ROMAWI
Romawi awalnya adalah sebuah
kerajaan yang didirikan di kota Roma (Italia) pada tahun 753 SM. Kerajaan itu
kemudian berubah menjadi Republik pada tahun 509 SM. Lalu pada tahun 27 SM,
Romawi menjadi sebuah kekaisaran. Kekaisaran Romawi terus melakukan ekspansi
dan menguasai banyak wilayah, Eropa, Afrika Utara, hingga Timur Tengah.
Orang-orang
Romawi Kuno seperti Cicero (106-43 SM)—seorang negarawan yang pernah belajar
matematika di Yunani—meyakini bahwa juru ukur dan juru hitung Romawi jauh lebih
tertarik pada matematika terapan dibanding matematika teoritis dan geometri
yang diwariskan oleh orang-orang Yunani.
Bilangan Romawi |
Sistem
bilangan Romawi kadang masih digunakan sebagai penomoran pada saat ini, tetapi
tidak dalam perhitungan. Sayangnya, tidak jelas apakah sistem bilangan itu
didapat langsung dari Yunani atau dari peradaban Etruscan yang berpusat di
tempat yang dikenal sekarang sebagai Tuscany, Italia.
Cina
Chinese Phytagoras Theorem |
Perkembangan matematika Cina
merupakan perkembangan yang berdiri sendiri, tidak terikat pada kebudayaan
lain. Teks matematika tertua di China adalah Zhoubi Suanjing. Buku ini
ditujukan untuk observasi dan kalkulasi astronomi. Buku ini memuat 246 problem
matematika, serta jawaban dan algoritmanya. Di dalamnya juga terdapat salah
satu bukti paling awal dari Teorema Phytagoras. Buku ini sendiri berasal dari
periode Dinasti Zhou (1046-256 SM), namun pengumpulan dan penambahan isinya
terus berlanjut hingga masa Dinasti Han (202 SM-220 M).
Tsing Hua Bamboo Slips |
Salah satu artefak yang sangat
berharga adalah Tsinghua Bamboo Slips. Artefak ini merupakan kumpulan batang
bambu yang ditulisi dengan tinta. Jika diurutkan dengan benar, ke-21 slip
bambunya menunjukkan sebuah tabel perkalian desimal untuk angka di atas 99,5.
Ini merupakan tabel perkalian desimal tertua di dunia. Artefak yang digali
secara ilegal dari sebuah makam di provinsi Hubei atau Hunan ini dibuat sekitar
tahun 305 SM. Artefak ini masih bertahan dan disimpan di Universitas Tsinghua,
Beijing.
Notasi
bilangan di Cina menggunakan rod numeral/angka batang, yang terdiri dari
sepuluh simbol, dari 0-9. Bilangan negatif dilambangkan dengan simbol angka
yang diberi garis miring. Sistem bilangannya menggunakan sistem nilai tempat
desimal, mirip seperti sistem yang kita kenal saat ini, ada nilai tempat
satuan, puluhan, ratusan, dst. Awalnya, angka nol disimbolkan dengan tempat
yang kosong. Kemudian digunakanlah lingkaran untuk melambangkan nol. Banyak
sejarawan menganggap simbol ini diimpor dari India. Namun beberapa sejarawan
menganggap simbol ini dibuat di Cina, dan India kemudian mengenalnya dari Cina.
Karya tertua tentang Geometri di
Cina berasal dari filosofi Mohisme. Buku ini berasal dari tahun 330 SM. Buku
ini dikumpulkan oleh para pengikut Mozi dan dinamakan Mo Jing. Mozi
(470-390 SM) adalah seorang filsuf Cina kuno yang mencetuskan Mohisme. Mohisme
sendiri merupakan filosofi Cina kuno tentang logika, pemikiran rasional, dan
ilmu pengetahuan yang kemudian dikembangkan oleh para pengikut Mozi. Buku Mo
Jing menjelaskan beragam bidang yang berhubungan dengan fisika dan beberapa
teorema geometri. Di dalamnya terdapat definisi dari konsep keliling,
jari-jari, diameter, dan volume.
Pada tahun 212 SM, Kaisar Qin Shi
Huang memerintahkan pembakaran semua buku kecuali buku-buku yang disetujui
pemerintah. Meski tidak dipatuhi secara menyeluruh, kebijakan ini membuat
banyak pengetahuan matematika sebelum tanggal itu hilang.
Pada masa Dinasti Han (202 SM-220
M), lahir beberapa karya matematika. Salah satu yang paling penting adalah The
Nine Chapter on the Mathematical Art yang muncul pada tahun 179 M. Namun,
diduga buku itu telah ada sebelumnya dengan judul berbeda. Buku ini berisi 246
masalah meliputi agrikultur, bisnis, geometri, teknik, pertanahan, dan juga
segitiga siku-siku. Di dalamnya terdapat bukti matematis untuk Teorema
Phytagoras serta formula untuk Eliminasi Gauss. Buku ini juga memberikan nilai π
yang ditaksir oleh matematikawan Cina senilai 3. Liu Xin (sekitar 23 M)
kemudian memberikan taksiran nilai π adalah 3,1457. Zhang Heng (78-139 M) juga
memberikan taksiran nilai π, yaitu 3,1724 dan 3,162. Pada abad ke-3 M, Liu Hui
yang memberikan uraian dari The Nine Chapters menghitung nilai π yang
akurat hingga lima tempat desimal, yaitu 3,14159. Lalu pada abad ke-5 M, Zhu
Chongzi menghitung nilai π hingga 7 digit, yaitu 3,141592, yang merupakan nilai
paling akurat hingga seribu tahun kemudian. Ia juga membangun metode yang
kemudian dikenal sebagai Prinsip Cavalieri untuk mencari volume bola.
Titik tertinggi dari matematika Cina
terjadi pada abad ke-13 M, selama paruh kedua masa Dinasti Song (960-1276 M)
dengan perkembangan aljabar Cina. Teks terpenting dari periode ini adalah Precious
Mirror of the Four Elements, karya Zhu Shijie (1249-1314 M). Buku ini
memuat solusi untuk persamaan aljabar tingkat tinggi dengan metode yang mirip
dengan Metode Horner. Buku ini pun berisi diagram segitiga Pascal serta
koefisien untuk penjabaran binomial hingga pangkat delapan. Matematikawan Cina
juga telah membuat diagram kombinatorik yang kompleks, yang dikenal sebagai magic
square dan magic circle. Diagram ini telah dijabarkan pada zaman
sebelumnya dan kemudian disempurnakan oleh Yang Hui (1238-1298 M).
Matematika Jepang, Korea, dan
Vietnam berasal dari Cina. Matematika Jepang dan Korea banyak dipengaruhi oleh
karya aljabar yang dibuat selama masa Dinasti Song. Sementara itu, matematika
Vietnam sangat berutang pada karya-karya populer dari masa Dinasti Ming.
Matematika mengalami perkembangan
yang baik di Cina. Namun, setelah abad ke-13 dan seterusnya, perkembangan itu
menurun secara signifikan.
India
Peradaban paling awal yang menghuni
anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus (3300-1300 SM). Mereka
berkembang di sepanjang daerah sekitar Sungai Indus. Kota-kota yang mereka
memiliki keteraturan geometris. Namun, tidak ada satupun dokumen matematika
dari peradaban ini yang ditemukan.
Catatan matematis tertua dari India
adalah Sutra Sulba (antara abad ke-8 SM sampai abad ke-2 M). Catatan ini
berisi aturan sederhana untuk membangun altar dengan beragam bentuk, seperti
persegi, persegi panjang, jajargenjang, dan lain-lain. Sutra Sulba
memberi metode untuk membuat lingkaran dengan luas kira-kira sama dengan sebuah
persegi. Metode ini menyiratkan beberapa taksiran yang berbeda untuk nilai π.
Selain itu, terdapat juga perhitungan untuk nilai √2 hingga beberapa desimal,
daftar tripel Phytagoras, dan pernyataan dari teorema Phytagoras. Semua ini
telah ada sebelumnya pada matematika Babilonia, jadi kemungkinan India mendapat
pengaruh dari sana. Tidak diketahui seberapa besar pengaruh Sutra Sulba terhadap
matematikawan India selanjutnya. Hal itu karena kemajuan-kemajuan dalam
matematika India, seperti halnya di Cina, dipisahkan oleh periode stagnasi yang
panjang.
Pāṇini (sekitar abad ke-5 SM),
merumuskan aturan tata bahasa Sanskerta. Notasi yang digunakannya mirip dengan
notasi matematika modern. Pingala (kira-kira abad ke-3 SM) dalam karya-sajaknya
menggunakan alat yang dapat disamakan dengan sistem angka biner. Penjelasannya
tentang kombinasi rima dapat dihubungkan dengan versi dasar dari teorema
binomial. Dalam karyanya juga terdapat ide dasar dari barisan bilangan
Fibonacci.
Dokumen matematika penting setelah
Sutra Sulba adalah Siddhantas. Karya yang berasal dari masa antara
abad ke-4 dan ke-5 Masehi ini menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari budaya
Yunani. Yang membuatnya penting adalah kontennya yang berisi perbandingan
trigonometri berdasarkan half-chord. Maksudnya seperti trigonometri dengan
sistem kuadran, seperti yang kita pahami pada zaman modern. Istilah “sinus” dan
“kosinus” merupakan turunan dari istilah Sanskerta “jiya” dan “kojiya”, melalui
serangkaian kesalahan terjemahan.
Pada abad ke-5 M, Aryabatha (476-550
M) menulis Aryabhatiya, dalam bentuk sajak, yang dimaksudkan sebagai
pelengkap aturan perhitungan dalam astronomi dan pengukuran matematika,
meskipun tidak menggunakan logika ataupun penalaran deduktif. Konten Aryabhatiya
meliputi aritmetika, aljabar, trigonometri bidang datar, dan trigonometri
ruang. Isinya juga memuat pecahan berlanjut, persamaan kuadrat, dan tabel
sinus. Dalam buku inilah pertama kali sistem nilai tempat desimal muncul.
Meskipun sekitar setengah dari isinya mengandung kesalahan, namun pengetahuan
yang diberikannya sangat berharga. Abu Rayhan Biruni, seorang matematikawan
muslim bahkan menyebutnya sebagai “campuran kerikil dan kristal mahal.”
Di abad ke-7 M, Brahmagupta (596-668
M) memperkenalkan teorema Brahmagupta, identitas Brahmagupta, dan rumus
Brahmagupta. Dalam karyanya, Brahma-sphuta-siddhanta, untuk pertama
kalinya dijelaskan dengan gamblang penggunaan nol sebagai bilangan dan digit
angka. Di sana juga dijelaskan sistem angka Hindu-Arab. Dari buku inilah,
matematikawan muslim mengenal sistem angka tersebut, yang diadaptasi menjadi
angka Arab. Sistem ini kemudian dikenalkan ke Eropa oleh para sarjana muslim di
abad ke-12 M. Hingga akhirnya sistem bilangan ini digunakan di seluruh dunia.
Pada abad ke-12 M, Bhaskara II
(1114-1185 M) yang tinggal di India Selatan menulis banyak karya dalam berbagai
cabang matematika. Karya-karya berisi objek matematika yang dapat dianggap
setara dengan ketakterhinggaan, turunan, teorema nilai rata-rata, dan turunan
fungsi sinus.
Di abad ke-14 M, Madhava dari
Sangamagrama, menemukan deret Madhava-Leibniz untuk menghitung nilai π yaitu 3,14159265359.
Ia juga menemukan deret Madhava-Gregory untuk menentukan nilai arctangen,
deret berpangkat madhava-Newton untuk menentukan nila sinus dan kosinus, dan
juga Taylor aproximation untuk fungsi sinus dan kosinus. Madhava
merupakan pendiri Kerala School of Astronomy and Mathematics. Ia adalah
salah satu astronom dan matematikawan terhebat di abad pertengahan yang memberi
kontribusi sebagai pionir dalam studi deret tak hingga, kalkulus, trigonometri,
geometri, dan aljabar.
Maya
Sebelum orang Eropa menemukan Benua Amerika,
di sana tumbuh sebuah peradaban yang cukup maju pada zamannya, yaitu eradaban Suku
Maya. Mereka tumbuh dan berkembang di daerah Meksiko dan Amerika Tengah selama seribu
tahun pertama masehi. Mereka mengembangkan tradisi yang unik karena daerah mereka
yang terpisah jauh dari peradaban lain di Asia dan Eropa. Mereka menggunakan sistem
bilangan dengan basis 20 atau sistem vigesimal. Mereka pun telah mengenal konsep
nol dan simbolnya.
Dengan
pengetahuan Matematika dan Astronomi, mereka membuat kelander Maya untuk memprediksi
fenomena alam yang akan terjadi. Bangsa Maya juga mampu membangun bangunan yang
megah berbentuk piramida, yaitu Kuil Dewa Kukulkan, atau sekarang dikenal sebagai
El Castillo, Chichen Itza.
El Castillo, Chichen Itza |
Baca juga:
Sumber utama: https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_mathematics
Sumber gambar: wikipedia.org
Komentar
Posting Komentar