Langsung ke konten utama

Sejarah Matematika (Bagian 2)

Sejarah Matematika: Zaman Klasik hingga Modern

ROMAWI


            Romawi awalnya adalah sebuah kerajaan yang didirikan di kota Roma (Italia) pada tahun 753 SM. Kerajaan itu kemudian berubah menjadi Republik pada tahun 509 SM. Lalu pada tahun 27 SM, Romawi menjadi sebuah kekaisaran. Kekaisaran Romawi terus melakukan ekspansi dan menguasai banyak wilayah, Eropa, Afrika Utara, hingga Timur Tengah.
Orang-orang Romawi Kuno seperti Cicero (106-43 SM)—seorang negarawan yang pernah belajar matematika di Yunani—meyakini bahwa juru ukur dan juru hitung Romawi jauh lebih tertarik pada matematika terapan dibanding matematika teoritis dan geometri yang diwariskan oleh orang-orang Yunani.
Bilangan Romawi
Dengan menggunakan perhitungan, bangsa Romawi pandai dalam mengusut dan mendeteksi kecurangan keuangan, sekaligus mengelola pajak untuk perbendaharaan negara. Seorang juru ukur tanah bernama Siculus Flaccus, menulis buku Categories of Fields yang membantu para juru ukur tanah Romawi dalam mengukur luas tanah dan wilayah yang dibagikan. Di samping itu, orang Romawi juga biasa menerapkan matematika untuk memecahkan masalah seperti perancangan jembatan, perancangan jalan, hingga persiapan kampanye militer. Orang Romawi juga menerapkan matematika dalam seni dan kerajinan seperti mozaik Romawi, yang terinspirasi dari desain bangsa Yunani. Mereka membuat pola-pola geometris dan berbagai pola yang beragam, dengan detail yang membutuhkan pengukuran yang sangat teliti. Pembuatan kalender Romawi juga membutuhkan kemampuan matematika dasar. Mereka membuat kalender berdasarkan peredaran matahari (lebih tepatnya peredaran bumi mengelilingi matahari). Romawi juga menemukan alat odometer beroda untuk mengukur jarak yang ditempuh. Adalah Vitruvius (lahir sekitar 80 SM, meninggal setelah tahun 15 SM), seorang insinyur sipil dan arsitek yang pertama kali merancangnya. Alat ini digunakan setidaknya sampai masa pemerintahan Kaisar Commodus (sekitar tahun 177-192 M).
Sistem bilangan Romawi kadang masih digunakan sebagai penomoran pada saat ini, tetapi tidak dalam perhitungan. Sayangnya, tidak jelas apakah sistem bilangan itu didapat langsung dari Yunani atau dari peradaban Etruscan yang berpusat di tempat yang dikenal sekarang sebagai Tuscany, Italia.

Cina

Chinese Phytagoras Theorem
            Perkembangan matematika Cina merupakan perkembangan yang berdiri sendiri, tidak terikat pada kebudayaan lain. Teks matematika tertua di China adalah Zhoubi Suanjing. Buku ini ditujukan untuk observasi dan kalkulasi astronomi. Buku ini memuat 246 problem matematika, serta jawaban dan algoritmanya. Di dalamnya juga terdapat salah satu bukti paling awal dari Teorema Phytagoras. Buku ini sendiri berasal dari periode Dinasti Zhou (1046-256 SM), namun pengumpulan dan penambahan isinya terus berlanjut hingga masa Dinasti Han (202 SM-220 M).
Tsing Hua Bamboo Slips
            Salah satu artefak yang sangat berharga adalah Tsinghua Bamboo Slips. Artefak ini merupakan kumpulan batang bambu yang ditulisi dengan tinta. Jika diurutkan dengan benar, ke-21 slip bambunya menunjukkan sebuah tabel perkalian desimal untuk angka di atas 99,5. Ini merupakan tabel perkalian desimal tertua di dunia. Artefak yang digali secara ilegal dari sebuah makam di provinsi Hubei atau Hunan ini dibuat sekitar tahun 305 SM. Artefak ini masih bertahan dan disimpan di Universitas Tsinghua, Beijing.
Notasi bilangan di Cina menggunakan rod numeral/angka batang, yang terdiri dari sepuluh simbol, dari 0-9. Bilangan negatif dilambangkan dengan simbol angka yang diberi garis miring. Sistem bilangannya menggunakan sistem nilai tempat desimal, mirip seperti sistem yang kita kenal saat ini, ada nilai tempat satuan, puluhan, ratusan, dst. Awalnya, angka nol disimbolkan dengan tempat yang kosong. Kemudian digunakanlah lingkaran untuk melambangkan nol. Banyak sejarawan menganggap simbol ini diimpor dari India. Namun beberapa sejarawan menganggap simbol ini dibuat di Cina, dan India kemudian mengenalnya dari Cina.
            Karya tertua tentang Geometri di Cina berasal dari filosofi Mohisme. Buku ini berasal dari tahun 330 SM. Buku ini dikumpulkan oleh para pengikut Mozi dan dinamakan Mo Jing. Mozi (470-390 SM) adalah seorang filsuf Cina kuno yang mencetuskan Mohisme. Mohisme sendiri merupakan filosofi Cina kuno tentang logika, pemikiran rasional, dan ilmu pengetahuan yang kemudian dikembangkan oleh para pengikut Mozi. Buku Mo Jing menjelaskan beragam bidang yang berhubungan dengan fisika dan beberapa teorema geometri. Di dalamnya terdapat definisi dari konsep keliling, jari-jari, diameter, dan volume.
            Pada tahun 212 SM, Kaisar Qin Shi Huang memerintahkan pembakaran semua buku kecuali buku-buku yang disetujui pemerintah. Meski tidak dipatuhi secara menyeluruh, kebijakan ini membuat banyak pengetahuan matematika sebelum tanggal itu hilang.
            Pada masa Dinasti Han (202 SM-220 M), lahir beberapa karya matematika. Salah satu yang paling penting adalah The Nine Chapter on the Mathematical Art yang muncul pada tahun 179 M. Namun, diduga buku itu telah ada sebelumnya dengan judul berbeda. Buku ini berisi 246 masalah meliputi agrikultur, bisnis, geometri, teknik, pertanahan, dan juga segitiga siku-siku. Di dalamnya terdapat bukti matematis untuk Teorema Phytagoras serta formula untuk Eliminasi Gauss. Buku ini juga memberikan nilai π yang ditaksir oleh matematikawan Cina senilai 3. Liu Xin (sekitar 23 M) kemudian memberikan taksiran nilai π adalah 3,1457. Zhang Heng (78-139 M) juga memberikan taksiran nilai π, yaitu 3,1724 dan 3,162. Pada abad ke-3 M, Liu Hui yang memberikan uraian dari The Nine Chapters menghitung nilai π yang akurat hingga lima tempat desimal, yaitu 3,14159. Lalu pada abad ke-5 M, Zhu Chongzi menghitung nilai π hingga 7 digit, yaitu 3,141592, yang merupakan nilai paling akurat hingga seribu tahun kemudian. Ia juga membangun metode yang kemudian dikenal sebagai Prinsip Cavalieri untuk mencari volume bola.
            Titik tertinggi dari matematika Cina terjadi pada abad ke-13 M, selama paruh kedua masa Dinasti Song (960-1276 M) dengan perkembangan aljabar Cina. Teks terpenting dari periode ini adalah Precious Mirror of the Four Elements, karya Zhu Shijie (1249-1314 M). Buku ini memuat solusi untuk persamaan aljabar tingkat tinggi dengan metode yang mirip dengan Metode Horner. Buku ini pun berisi diagram segitiga Pascal serta koefisien untuk penjabaran binomial hingga pangkat delapan. Matematikawan Cina juga telah membuat diagram kombinatorik yang kompleks, yang dikenal sebagai magic square dan magic circle. Diagram ini telah dijabarkan pada zaman sebelumnya dan kemudian disempurnakan oleh Yang Hui (1238-1298 M).
            Matematika Jepang, Korea, dan Vietnam berasal dari Cina. Matematika Jepang dan Korea banyak dipengaruhi oleh karya aljabar yang dibuat selama masa Dinasti Song. Sementara itu, matematika Vietnam sangat berutang pada karya-karya populer dari masa Dinasti Ming.
            Matematika mengalami perkembangan yang baik di Cina. Namun, setelah abad ke-13 dan seterusnya, perkembangan itu menurun secara signifikan.

India

            Peradaban paling awal yang menghuni anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus (3300-1300 SM). Mereka berkembang di sepanjang daerah sekitar Sungai Indus. Kota-kota yang mereka memiliki keteraturan geometris. Namun, tidak ada satupun dokumen matematika dari peradaban ini yang ditemukan.
            Catatan matematis tertua dari India adalah Sutra Sulba (antara abad ke-8 SM sampai abad ke-2 M). Catatan ini berisi aturan sederhana untuk membangun altar dengan beragam bentuk, seperti persegi, persegi panjang, jajargenjang, dan lain-lain. Sutra Sulba memberi metode untuk membuat lingkaran dengan luas kira-kira sama dengan sebuah persegi. Metode ini menyiratkan beberapa taksiran yang berbeda untuk nilai π. Selain itu, terdapat juga perhitungan untuk nilai √2 hingga beberapa desimal, daftar tripel Phytagoras, dan pernyataan dari teorema Phytagoras. Semua ini telah ada sebelumnya pada matematika Babilonia, jadi kemungkinan India mendapat pengaruh dari sana. Tidak diketahui seberapa besar pengaruh Sutra Sulba terhadap matematikawan India selanjutnya. Hal itu karena kemajuan-kemajuan dalam matematika India, seperti halnya di Cina, dipisahkan oleh periode stagnasi yang panjang.
            Pāṇini (sekitar abad ke-5 SM), merumuskan aturan tata bahasa Sanskerta. Notasi yang digunakannya mirip dengan notasi matematika modern. Pingala (kira-kira abad ke-3 SM) dalam karya-sajaknya menggunakan alat yang dapat disamakan dengan sistem angka biner. Penjelasannya tentang kombinasi rima dapat dihubungkan dengan versi dasar dari teorema binomial. Dalam karyanya juga terdapat ide dasar dari barisan bilangan Fibonacci.
            Dokumen matematika penting setelah Sutra Sulba adalah Siddhantas. Karya yang berasal dari masa antara abad ke-4 dan ke-5 Masehi ini menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari budaya Yunani. Yang membuatnya penting adalah kontennya yang berisi perbandingan trigonometri berdasarkan half-chord. Maksudnya seperti trigonometri dengan sistem kuadran, seperti yang kita pahami pada zaman modern. Istilah “sinus” dan “kosinus” merupakan turunan dari istilah Sanskerta “jiya” dan “kojiya”, melalui serangkaian kesalahan terjemahan.
            Pada abad ke-5 M, Aryabatha (476-550 M) menulis Aryabhatiya, dalam bentuk sajak, yang dimaksudkan sebagai pelengkap aturan perhitungan dalam astronomi dan pengukuran matematika, meskipun tidak menggunakan logika ataupun penalaran deduktif. Konten Aryabhatiya meliputi aritmetika, aljabar, trigonometri bidang datar, dan trigonometri ruang. Isinya juga memuat pecahan berlanjut, persamaan kuadrat, dan tabel sinus. Dalam buku inilah pertama kali sistem nilai tempat desimal muncul. Meskipun sekitar setengah dari isinya mengandung kesalahan, namun pengetahuan yang diberikannya sangat berharga. Abu Rayhan Biruni, seorang matematikawan muslim bahkan menyebutnya sebagai “campuran kerikil dan kristal mahal.”
            Di abad ke-7 M, Brahmagupta (596-668 M) memperkenalkan teorema Brahmagupta, identitas Brahmagupta, dan rumus Brahmagupta. Dalam karyanya, Brahma-sphuta-siddhanta, untuk pertama kalinya dijelaskan dengan gamblang penggunaan nol sebagai bilangan dan digit angka. Di sana juga dijelaskan sistem angka Hindu-Arab. Dari buku inilah, matematikawan muslim mengenal sistem angka tersebut, yang diadaptasi menjadi angka Arab. Sistem ini kemudian dikenalkan ke Eropa oleh para sarjana muslim di abad ke-12 M. Hingga akhirnya sistem bilangan ini digunakan di seluruh dunia.
            Pada abad ke-12 M, Bhaskara II (1114-1185 M) yang tinggal di India Selatan menulis banyak karya dalam berbagai cabang matematika. Karya-karya berisi objek matematika yang dapat dianggap setara dengan ketakterhinggaan, turunan, teorema nilai rata-rata, dan turunan fungsi sinus.
            Di abad ke-14 M, Madhava dari Sangamagrama, menemukan deret Madhava-Leibniz untuk menghitung nilai π yaitu 3,14159265359. Ia juga menemukan deret Madhava-Gregory untuk menentukan nilai arctangen, deret berpangkat madhava-Newton untuk menentukan nila sinus dan kosinus, dan juga Taylor aproximation untuk fungsi sinus dan kosinus. Madhava merupakan pendiri Kerala School of Astronomy and Mathematics. Ia adalah salah satu astronom dan matematikawan terhebat di abad pertengahan yang memberi kontribusi sebagai pionir dalam studi deret tak hingga, kalkulus, trigonometri, geometri, dan aljabar.

Maya

            Sebelum orang Eropa menemukan Benua Amerika, di sana tumbuh sebuah peradaban yang cukup maju pada zamannya, yaitu eradaban Suku Maya. Mereka tumbuh dan berkembang di daerah Meksiko dan Amerika Tengah selama seribu tahun pertama masehi. Mereka mengembangkan tradisi yang unik karena daerah mereka yang terpisah jauh dari peradaban lain di Asia dan Eropa. Mereka menggunakan sistem bilangan dengan basis 20 atau sistem vigesimal. Mereka pun telah mengenal konsep nol dan simbolnya.

Dengan pengetahuan Matematika dan Astronomi, mereka membuat kelander Maya untuk memprediksi fenomena alam yang akan terjadi. Bangsa Maya juga mampu membangun bangunan yang megah berbentuk piramida, yaitu Kuil Dewa Kukulkan, atau sekarang dikenal sebagai El Castillo, Chichen Itza.
El Castillo, Chichen Itza



Baca juga:



Sumber utama: https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_mathematics
Sumber gambar: wikipedia.org

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh dan Teori Tentang Sel

Sel merupakan unit terkecil makhluk hidup. Berikut beberapa teori tentang sel yang dikemukakan oleh para ahli. 1. Robert Hooke