Sejarah Matematika: Zaman Klasik hingga Modern
(Bagian 1)
Sejarah matematika sangatlah
panjang, bahkan hampir sepanjang sejarah umat manusia. Sejarah matematika dapat
ditelusuri dari masa prasejarah, Mesopotamia, Mesir kuno, Yunani, India, Arab,
China, hingga Eropa. Matematika pada awalnya berkembang karena kebutuhan
praktis, seperti mengukur luas tanah, perpajakan, perdagangan, astronomi, serta
merumuskan kalender dan waktu. Kemudian matematikawan Yunani mulai
mengembangkan teori-teori matematika. Mereka mengembangkan metode-metode
seperti penalaran deduktif dan mathematical rigor (aturan matematis)
untuk pembuktian berbagai teorema matematika. Matematika kemudian terus
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Hingga kini,
matematika menjadi salah satu ilmu yang paling penting dan paling luas
penerapannya dalam berbagai bidang. Semua itu bermula di sini:
Babilonia
Babilonia
merupakan sebuah kerajaan kecil yang berada dalam Kekaisaran Akkadia. Kerajaan
ini berpusat di kota Babel, yang juga merupakan pusat belajar pada masa itu.
Wilayah ini terletak di Selatan Mesopotamia (sekarang wilayah Irak).
Matematika
Babilonia merujuk pada matematika orang-orang Mesopotamia dari masa-masa awal
Sumeria hingga periode Helenistik. Karya-karya matematika bangsa Babilonia
kebanyakan berasal dari dua periode yang terpisah, yaitu beberapa abad pertama
dari milenium kedua sebelum masehi (zaman Babilonia Lama) dan beberapa abad
terakhir dari milenium pertama sebelum masehi (zaman Celeucid).
Pengetahuan
kita tentang Matematika Babilonia berasal dari tablet-tablet tanah liat yang digali
sejak tahun 1850-an. Ada lebih dari 400 tablet matematika. Bukti tertulis
paling awal berasal dari bangsa Sumeria Kuno. Mereka mengembangkan sistem
Metrologi yang kompleks dari sekitar tahun 3000 SM. Mereka membuat tabel
perkalian pada tablet tanah liat dari sekitar tahun 2500 SM dan seterusnya.
Mereka juga berurusan dengan masalah geometri dan pembagian. Pada periode ini
juga sudah ada jejak awal dari sistem bilangan Babilonia.
Bangsa
Babilonia menggunakan sistem bilangan seksagesimal, yaitu sistem bilangan berbasis
60. Sistem ini kurang lebih seperti cara kita menghitung waktu dengan jam,
menit, dan detik. Hanya saja pada waktu itu belum dikenal simbol untuk bilangan
nol. Sistem bilangan Babilonia di kemudian hari dikembangkan untuk perhitungan
jam, menit, dan detik serta menghitung derajat lingkaran. Sistem bilangan Babilonia
memungkinkan mereka menghitung dengan akurat yang luar biasa untuk masa itu.
Dalam tablet Babilonia YBC 7289, tertulis perhitungan mereka akan nilai dari √2 yang mencapai akurasi hngga lima tempat
desimal. Sistem notasi mereka juga mendekati sistem nilai tempat yang kita
gunakan sekarang, meskipun belum sempurna.
Tablet YBC 7289 |
Matematika
Babilonia juga membahas topik-topik meliputi pecahan, aljabar, kuadrat, kubik,
dan perhitungan pasangan bilangan berkebalikan. Tablet dari masa Babilonia Lama
juga memuat pernyataan paling awal mengenai hal yang di kemudian hari dikenal
sebagai teorema Phytagoras. Di samping berbagai pencapaian yang luar biasa,
matematika bangsa Babilonia masih belum membedakan antara jawaban sebenarnya
dan penaksiran, solvabilitas masalah, serta terutama belum dikenal
pembuktian-pembuktian dan prinsip-prinsip logika.
Mesir
Matematika Mesir yang dimaksud di
sini adalah matematika yang ditulis dalam bahasa Mesir. Pada periode
selanjutnya, yaitu periode Helenistik, ilmuwan Mesir menggunakan bahasa Yunani.
Saat Mesir dikuasai bangsa Arab, studi matematika di Mesir menggunakan bahasa
Arab dan menjadi bagian dari matematika Islam.
Teks matematika Mesir yang paling
luas adalah Rhind Papyrus (disebut juga Ahmes Papyrus), yang bertanggal 1650
SM. Namun kemungkinan dokumen ini merupakan salinan dari dokumen yang lebih tua
pada sekitar 2000-1800 SM. Dokumen ini adalah instruksi manual untuk pelajar
dalam aritmetika dan geometri. Teks ini juga memberikan formula luas, metode
perkalian, pembagian dan pecahan, serta bukti pengetahuan matematika lain
seperti bilangan komposit, bilangan prima, dan teori bilangan sempurna. Selain
itu, dokumen ini juga menunjukkan cara menyelesaikan persamaan linear orde pertama
seperti deret aritmetika dan deret geometri.
Rhind Papyrus |
Dokumen lain yang penting yaitu
Moscow Papyrus yang bertanggal 1890 SM. Teks ini memuat apa yang kita sebut
sekarang sebagai soal cerita, yang tampaknya ditujukan untuk hiburan. Satu hal
yang dianggap sangat penting adalah dokumen ini memberikan cara menemukan
volume frustum, yaitu piramida terpotong.
Ada juga dokumen yang dinamai Berlin
Papyrus (1800 SM) yang menunjukkan bahwa bangsa Mesir masa itu sudah dapat
memecahkan masalah persamaan aljabar orde kedua.
Yunani
Matematika Yunani merujuk pada
matematika yang ditulis dalam bahasa Yunani, dari masa Thales dari Miletus
(sekitar 600 SM) hingga penutupan Akademi Athena (529 M). Matematikawan Yunani
hidup di kota-kota yang tersebar di seluruh Mediterania Timur, dari Italia
hingga Afrika Utara. Mereka semua berbudaya dan berbahasa Yunani. Matematika
Yunani pada masa setelah Alexander the Great disebut juga Matematika
Helenistik.
Matematika Yunani jauh lebih canggih
daripada matematika yang telah dikembangkan oleh kebudayaan sebelumnya.
Matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif, berbeda dengan
matematikawan pra-Yunani yang menggunakan penalaran induktif. Penalaran
induktif merupakan metode untuk merumuskan pernyataan umum dari
pernyataan-pernyataan khusus. Sebaliknya, penalaran deduktif merupakan metode
menemukan pernyataan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum
dengan menggunakan prinsip-prinsip logika. Matematikawan Yunani merumuskan
teorema (yang bersifat khusus) dari
definisi atau aksioma (yang bersifat umum), dan membuktikan kebenarannya
dengan logika dan mathemaatical rigor.
Thales dari Miletus (624-546 SM)
menggunakan geometri untuk memecahkan masalah seperti menghitung tinggi
piramida dan jarak kapal dari pantai. Dia merupakan orang pertama yang
menggunakan penalaran deduktif dalam geometri, dengan menurunkan empat akibat
dari Teorema Thales. Dia juga merupakan matematikawan pertama yang diketahui
melakukan penemuan matematika.
Phytagoras dari Samos (582-5077 SM) mendirikan
Phytagorean School, dengan doktrin bahwa matematika mengatur alam
semesta dan motonya adalah “All is
number”. Murid-murid Phytagoras-lah yang menciptakan istilah matematika.
Mereka juga yang pertama membuktikan Teorema Phytagoras. Dari teorema itu
kemudian dibuktikan keberadaan bilangan irasional.
Plato (428/427 SM - 348/347 SM) mendirikan Platonic
Academy, yang menjadi pusat matematika dunia pada abad ke-4 sebelum masehi.
Plato membahas dasar-dasar matematika, mengklarifikasi beberapa definisi, dan
menata ulang asumsi-asumsi. Metode analitik dianggap berasal darinya dan
formula untuk memperoleh Phytagorean Triples memakai namanya.
Eudoxus (408-355 SM) berasal dari
Akademi Plato. Ia mengembangkan Metode Penghampiran, sebuah metode untuk
menemukan luas suatu daerah yang menjadi pelopor dari metode integral modern.
Ia juga mengembangkan Theory of Ratios, yang menghindari masalah dari
besaran yang tidak dapat dibandingkan.
Aristoteles (384-322 SM) tidak
membuat penemuan matematika tertentu. Namun, ia berperan besar dalam meletakkan
dasar-dasar logika yang sangat penting dalam matematika.
The Musaeum of Alexandria
adalah pusat utama pengajaran dan penelitian matematika pada abad ke-3 SM. Di
sanalah Euclid (sekitar 300 SM) mengajar. Di sana pula sang Bapak Geometri
menulis mahakaryanya, The Elements. Buku ini merupakan textbook matematika
paling sukses dan paling berpengaruh sepanjang masa. The Elements dikenal
oleh semua orang terpelajar di dunia Barat hingga pertengahan abad ke-20.
Bahkan isinya masih dijadikan bahan ajar geometri saat ini. The Elements
memperkenalkan mathematical rigor melalui metode aksiomatis dan formatnya
masih dipakai dalam pengajaran matematika hingga saat ini, yaitu mulai dari
definisi, aksioma atau postulat, teorema, dan kemudian bukti. Meskipun
kebanyakan konten dari The Elements ini bukanlah penemuan baru, namun
Euclid berhasil menyusunnya dengan baik menjadi satu kerangka yang logis dan
koheren. Selain berisi teorema geometri Euclid, buku ini dimaksudkan sebagai
buku teks pengantar semua mata pelajaran matematika pada saat itu, seperti
teori bilangan dan aljabar. Buku ini juga memuat bukti bahwa √2 adalah bilangan irasional, dan ada tak hingga
banyaknya bilangan prima. Selain The Elements, Euclid juga menulis
subjek lain seperti irisan kerucut, mekanika, geometri bola, dan optik. Namun,
hanya setengah dari karya-karyanya yang masih ada.
Matematikawan yang secara luas
dianggap sebagai yang terhebat pada zaman itu adalah Archimedes dari Syracuse.
Ia dapat menghitung luas daerah di bawah kurva parabola menggunakan metode
penghampiran dengan penjumlahan rangkaian tak terhingga, tidak berbeda jauh
dengan kalkulus modern. Dengan metode itu, ia juga dapat menghitung
nilai π dengan keakuratan yang diinginkan. Ia juga
memperlajari spiral, yang kemudian disebut Spiral Archimedes. Ia pun menemukan
formula untuk menghitung volume benda putar dan mendapatkan metode cerdik untuk
melambangkan bilangan yang sangat besar, yaitu eksponensial. Di sisi lain,
Archimedes juga dikenal karena kontribusinya dalam bidang fisika dan penemuan
alat-alat mekanis canggih. Hal yang ia anggap sebagai pencapaian terbesar
adalah rumus volume dan luas permukaan bola. Archimedes berhasil membuktikan
bahwa volume dan luas permukaan bola adalah ⅔ volume dan luas permukaan silinder yang
membatasi bola.
Apollonius dari Perga (262-190 SM) membuat
sebuah kemajuan yang signifikan dalam mempelajari irisan kerucut. Ia menunjukkan
bahwa dapat dibuat tiga macam irisan kerucut dengan mengubah-ubah sudut bidang
yang memotong dua kerucut yang saling berkebalikan dan bertemu di titik
puncaknya. Ia menamakan ketiga jenis tersebut parabola, elips, dan hiperbola.
Dalam buku karyanya, Conics, terdapat banyak teorema seputar irisan
kerucut yang sangat berguna bagi matematikawan dan astronom selanjutnya dalam
mempelajari gerak planet. Pada sekitar waktu yang sama, Eratosthenes dari
Cyrene merancang the Sieve of Eratosthenes, saringan Eratosthenes,
untuk menemukan bilangan prima.
Abad ke-3 SM dikenal sebagai masa
keemasan matematika Yunani, karena pada masa itulah matematika murni terus
mengalami kemajuan. Pada masa-masa selanjutnya, kemajuan itu relatif menurun,
namun matematika terapan mengalami kemajuan yang signifikan, terutama Trigonometri.
Trigonometri dicetuskan oleh Hipparchus
dari Nicaea (190-120 SM). Ia adalah orang yang diketahui membuat tabel
trigonometri pertama. Penggunaan sistem lingkaran 360 derajat mengacu pada
pemikirannya. Heron dari Alexandria (10-70 M) berhasil merumuskan Heron’s
Formula, yaitu rumus untuk mencari luas segitiga sembarang. Ia pula yang
memperkenalkan pertama kali kemungkinan bahwa bilangan negatif mempunyai akar kuadrat.
Menelaus dari Alexandria (sekitar 100 M) kemudian memperkenalkan Trigonometri
Bola melalui teoremanya. Lalu ada Claudius Ptolomeus (90-168 M) yang menulis
buku Almagest. Risalah ini menjadi buku petunjuk astronomi yang tabel trigonometrinya
akan terus digunakan oleh para astronom hingga seribu tahun kemudian. Ia juga
terkenal dengan Teorema Ptolomeus tentang jumlah trigonometri. Ia juga
menghitung nilai π yang paling akurat di luar China hingga abad
pertengahan, 3,1416.
Setelah Ptolomeus, matematika Yunani
mengalami stagnasi. Baru kemudian kembali berkembang pada sekitar tahun 250 M. Masa
antara 250-350 M disebut juga masa keperakan matematika Yunani. Pada periode ini,
Diophantus membuat kemajuan yang signifikan dalam aljabar, terutama dalam
analisis tak tentu yang juga dikenal sebagai Diophantine Analysis. Studinya
tentang Persamaan Diophantine dan Penaksiran Diophantine menjadi bahan riset
yang penting saat ini. Karya terbesarnya adalah Arithmetica, yang memuat
150 masalah aljabar dan penyelesaiannya.
Pappus dari Alexandria (abad ke-4 M)
merupakan salah satu matematikawan hebat periode terakhir. Ia terkenal dengan
Teorema Heksagon (segi enam) dan Teorema Sentroid, serta Konfigurasi dan Grafik
Pappus. Karyanya, Collection, merupakan sumber utama pengetahuan tentang
matematika Yunani. Pappus dianggap sebagai inovator besar terakhir pada
matematika Yunani, karena karya-karya setelahnya kebanyakan berupa uraian/penjelasan
terhadap karya yang telah ada.
Yunani juga mempunyai seorang ahli
matematika wanita. Ia adalah Hypatia dari Alexandria (350-415 M), yang
merupakan matematikawan wanita pertama dalam sejarah. Ia bekerja sebagai
pustakawan di Great Library dan menulis banyak karya tentang matematika
terapan. Karena masalah politik, ia dieksekusi oleh komunitas Kristen di Alexandria.
Akhir yang tragis bagi Hypatia dan juga bagi era matematika Yunani di
Alexandria. Meskipun masih ada Akademi Athena yang melahirkan tokoh-tokoh
seperti Protius, Simplicius, dan Eutocius. Namun mereka lebih condong sebagai
filsuf dibanding matematikawan. Setelah penutupan Akademi Athena oleh Kaisar Justinian
pada tahun 529 M, era matematika Yunani dianggap benar-benar berakhir, meskipun
budaya Helenistik masih terus hidup di Kekaisaran Byzantium.
Baca juga:
Sejarah Matematika (Bagian 2)
Sejarah Matematika (Bagian 3)
Matematika sebagai Produk Budaya
Sumber utama: https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_mathematics
Sumber gambar: wikipedia.org
Baca juga:
Sejarah Matematika (Bagian 2)
Sejarah Matematika (Bagian 3)
Matematika sebagai Produk Budaya
Sumber utama: https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_mathematics
Sumber gambar: wikipedia.org
Komentar
Posting Komentar